
Pada tanggal 20 Agustus 2024, SMPN 1 Gunung Bintang Awai kembali mengadakan kegiatan penting yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas interaksi di lingkungan pendidikan. Workshop pelatihan Empati Taktis yang berlangsung dari pukul 07:30 hingga 12:00 tersebut secara khusus ditujukan kepada para guru, sebagai upaya untuk memperkuat kemampuan komunikasi mereka dalam menghadapi siswa. Kegiatan ini dibawakan oleh bapak Rino Thesaloga melalui kelompok belajar sekolah, sebagai narasumber utama.
Workshop ini dirancang untuk menjawab tantangan komunikasi yang sering terjadi di dunia pendidikan, terutama antara guru dan murid. Dengan pemahaman bahwa hubungan antara guru dan murid tidak hanya didasarkan pada pengajaran materi akademik semata, namun juga pada keterampilan interpersonal, pelatihan empati taktis ini bertujuan untuk menciptakan interaksi yang lebih positif dan produktif di kelas.
![]() |
![]() |
Pentingnya Empati dalam Hubungan Guru dan Murid
Dalam sambutan pembukaannya, Kepala Sekolah SMPN 1 Gunung Bintang Awai, Ibu Nurhidayah, menekankan pentingnya empati dalam interaksi antara guru dan murid. “Komunikasi yang baik antara guru dan murid adalah landasan dari pembelajaran yang sukses. Empati adalah jembatan yang memungkinkan kita untuk memahami kondisi siswa, dan dengan begitu, kita bisa memberikan arahan yang lebih tepat dan bijaksana,” tutur beliau.
Rino Thesaloga, narasumber yang diundang, juga menambahkan bahwa empati taktis adalah keterampilan yang dapat dilatih dan dikembangkan oleh siapa saja, terutama guru. “Empati bukan hanya tentang memahami perasaan orang lain, tetapi juga tentang merespons dengan cara yang efektif dan tepat sasaran. Dengan empati taktis, guru dapat menciptakan ruang komunikasi yang lebih inklusif dan mendukung bagi siswa, terutama mereka yang mungkin menghadapi kesulitan dalam mengungkapkan apa yang mereka rasakan,” jelas Rino.
Teknik-Teknik Empati Taktis: Mirroring, Labeling, dan Bahasa Non-Verbal
Sesi pertama workshop diisi dengan pemaparan materi tentang teknik-teknik empati taktis yang dapat diterapkan oleh para guru dalam interaksi sehari-hari dengan siswa. Rino menjelaskan tiga teknik utama yang menjadi fokus pelatihan, yaitu mirroring, labeling, dan komunikasi non-verbal.
-
Mirroring: Teknik ini melibatkan mencerminkan atau meniru perilaku dan ucapan lawan bicara dengan tujuan menciptakan keterhubungan. Dalam konteks pendidikan, mirroring dapat membantu guru membuat siswa merasa dipahami dan dihargai. Ketika guru mencerminkan bahasa atau gerakan siswa, siswa akan merasa lebih nyaman dan terbuka dalam berkomunikasi.
-
Labeling: Labeling adalah teknik yang digunakan untuk menamai emosi yang sedang dialami seseorang. Rino menjelaskan, “Dalam banyak kasus, siswa tidak selalu dapat mengungkapkan perasaan mereka dengan jelas. Dengan memberi nama pada emosi yang mereka alami, guru dapat membantu siswa memahami perasaan mereka sendiri dan sekaligus menunjukkan bahwa mereka peduli.” Contohnya, saat seorang siswa tampak frustrasi, guru dapat menggunakan labeling dengan mengatakan, “Kamu terlihat sedikit kesal, apa yang bisa saya bantu?”
-
Komunikasi Non-Verbal: Selain teknik verbal, bahasa tubuh dan nada bicara memainkan peran penting dalam komunikasi. Rino mengajarkan bahwa postur tubuh terbuka, kontak mata yang lembut, dan nada bicara yang ramah dapat menciptakan suasana yang lebih mendukung dan terbuka dalam kelas. Teknik ini dapat digunakan untuk meredakan ketegangan dan membantu siswa merasa lebih nyaman di hadapan guru.
Latihan Praktek: Menerapkan Empati dalam Situasi Nyata
Setelah sesi materi, peserta workshop berkesempatan untuk langsung menerapkan teknik-teknik empati taktis melalui simulasi dan latihan praktek. Para guru dibagi menjadi beberapa kelompok kecil di mana mereka diminta untuk berperan sebagai guru dan murid dalam berbagai skenario komunikasi yang sering terjadi di kelas.
Skenario-skenario tersebut mencakup situasi sehari-hari, seperti menghadapi siswa yang tidak mau berbicara, siswa yang terlihat putus asa dengan tugas-tugasnya, hingga situasi di mana siswa mengalami konflik dengan teman sekelasnya. Dalam setiap skenario, para guru diminta untuk menggunakan teknik mirroring dan labeling yang telah dipelajari sebelumnya, serta memperhatikan elemen non-verbal dalam komunikasi.
Dalam latihan ini, banyak guru merasa bahwa teknik-teknik empati taktis membuka wawasan baru tentang bagaimana mereka bisa lebih efektif dalam berinteraksi dengan siswa. “Biasanya, ketika ada siswa yang terlihat cemas atau marah, kita cenderung langsung memberi nasihat atau instruksi. Namun, dengan teknik labeling misalnya, kita lebih bisa mengakui perasaan siswa dan membuat mereka merasa lebih nyaman sebelum masuk ke solusi. Ini benar-benar membantu,” kata salah satu guru yang ikut serta dalam latihan.
![]() |
![]() |
Dampak Jangka Panjang: Membangun Komunikasi yang Lebih Baik di Lingkungan Sekolah
Workshop ini diharapkan membawa dampak positif jangka panjang bagi hubungan guru dan siswa di SMPN 1 Gunung Bintang Awai. Dengan keterampilan empati yang lebih baik, guru diharapkan dapat menciptakan suasana kelas yang lebih terbuka, inklusif, dan mendukung, di mana siswa merasa dihargai dan didengarkan. Ini tentunya akan berkontribusi pada peningkatan hasil belajar serta kesehatan emosional siswa.
Dalam penutupan acara, Ibu Ama Noni menyampaikan rasa terima kasihnya kepada narasumber dan para guru yang telah berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini. “Kami berharap pelatihan ini bisa menjadi langkah awal untuk membangun budaya komunikasi yang lebih baik di sekolah. Jika guru dan siswa bisa saling memahami dengan lebih baik, maka proses belajar-mengajar akan berjalan dengan lebih efektif dan menyenangkan,” ungkap beliau.
Kegiatan pelatihan Empati Taktis ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan SMPN 1 Gunung Bintang Awai untuk tidak hanya mengembangkan kemampuan akademik, tetapi juga keterampilan sosial dan emosional di kalangan guru dan siswa, sebagai pondasi utama dalam menciptakan lingkungan sekolah yang positif dan kondusif.